Senin, 15 April 2013

Demit Dadi Duit; PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENGEMBANGAN DESA WISATA


ABSTRAK

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
MELALUI PENGEMBANGAN DESA WISATA
(Studi di Desa Wisata Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul, DIY)
0leh: Abdur Rohim
Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, Fakultas Dakwah, UIN Sunan Kalijaga 

Pada dasawarsa terakhir ini, keberadaan desa wisata semakin menggeliat ditengah-tengah upaya pemerintah mengentaskan kemiskinan. DIY sebagai salah satu tujuan wisata nasional peringkat kedua setelah Bali memang menyimpan kekayaan alam maupun budaya yang telah tersohor di dunia. Dari beberapa kabupaten yang ada di DIY salah satunya adalah Kabupaten Gunungkidul. Kabupaten Gunungkidul dikenal sebagai salah satu kabupaten yang menjadi penyumbang angka kemiskinan  tertinggi di DIY (BPS, 2012). Ditengah fenomena kemiskinan, Gunungkidul ternyata mempunyai kekayaan alam maupun budaya yang tidak diragukan lagi. Di tahun 2012, Desa Wisata Bejiharjo menjadi desa wisata terbaik tingkat nasional berbasis alam oleh Kemenparekraf RI (Kemenparekraf, 2012). Hal tersebut tidak terlepas dari upaya Pemkab mendorong pengembangan desa wisata berbasis komunitas di Gunungkidul. Masyarakat lokal memiliki peran penting untuk menunjang keberhasilan pengembangan desa wisata sehingga masyarakat yang tidak berdaya (powerless) perlu diberdayakan untuk menciptakan kemandirian dan peningkatan kesejahteraan ekonomi (powerfull).
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis mengenai bentuk-bentuk kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan desa wisata yang berdampak pada lini sosial-budaya maupun peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat sekitar. Objek wisata yang ditawarkan diantaranya wisata alam (Goa Pindul, Goa Gelatik, Sungai Oya), wisata sejarah (monumen serbuan Jenderal Soedirman, situs megalitikum), wisata kuliner maupun budaya. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, dimana prosedur penelitian ini menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan orang-orang yang diamati. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara (indepth interview), observasi dan dokumentasi, yang sumber datanya adalah Pemerintah Kabupaten Gunungkidul, pengelola Desa Wisata Bejiharjo, dan masyarakat sekitar.
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa adanya desa wisata berawal dari gagasan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Gunungkidul, kemudian mendapatkan respon positif dari para penggerak lokal masyarakat seperti Bapak Subagyo, Tukijo, dan Suratmin. Keberhasilan Desa Wisata Bejiharjo memang tidak terlepas dari upaya pemerintah setempat membangunkan tidur panjang masyarakat untuk menggali potensi wisata, kegigihan penggerak desa wisata yang pantang menyerah atas cercaan pihak yang tidak mendukung, ditambah pula stimulan dana dari program PNPM Mandiri Pariwisata dan instansi lainnya. Pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan desa wisata yang dilakukan oleh pihak pengelola Desa Wisata Bejiharjo diterapkan dalam bidang atraksi, akomodasi, penyiapan SDM yaitu a) pertemuan/serasehan, b) pendampingan, c) bantuan modal, d) pembangunan sarana dan prasarana, e) pembentukan organisasi desa wisata, f) kerja bakti, g) pemasaran. Kegiatan pemberdayaan tersebut telah memberikan dampak sosial-budaya, ekonomi kepada masyarakat Desa Wisata Bejiharjo. Akhirnya, “demit jadi duit”, masyarakat Desa Bejiharjo yang dahulu mengenal Goa Pindul sebagai tempat mandi, irigasi yang penuh mitos hantu, kini menjadi primadona bagi wisatawan dan mendatangkan berkah bagi masyarakat sekitar (trickle dowm effect). Dibalik gemilangnya Desa Wisata Bejiharjo sebagai desa wisata terbaik nasional, ternyata menyimpan konflik persengketaan. Hal tersebut menjadikan sebagai suatu peringatan dan pemersatu masyarakat, pemerintah untuk duduk bersama menyelesaikannya secara kearifan lokal tanpa menciderai nilai-nilai sosial, budaya maupun agama.
Wujud Akulturasi kebudayaan islam dan lokal di Kab. Rembang
Akulturasi sama dengan kontak budaya yaitu bertemunya dua kebudayaan yang berbeda melebur menjadi satu menghasilkan kebudayaan baru tetapi tidak menghilangkan kepribadian/sifat kebudayaan aslinya.

1. Tasyakuran/Sedekah Laut dan Bumi
Ritual sedekah laut dan bumi dilaksanakan pada hari ke-9 setelah hari raya Idul Fitri(Syawalan), dan sebelum atau sesudah hari H, diadakan berbagai lomba seperti kasti, thong-thong lek, jambean, dayung, Pengajian umum, dan pentas hiburan rakyat. Prosesi upacara ditandai dengan membuang/melarung sesaji ke tengah laut (pantai Kartini, Rembang) diawali dengan arak-arakan berkeliling desa Tasik Agung, yang diikuti nelayan setempat, kapal sesaji, kesenian tradisional seperti barongan, reog, barongsai, dan juga dimeriahkan oleh drum band.
Sedekah bumi dan sedekah laut merupakan budaya yang unik, kemungkinan hanya ada di Jawa Tengah dan sekitarnya. yang diantaranya ada di daaerah Rembang. Bulan Agustus kemarin secara bergantian beberapa desa di daerah Rembang mengadakan sedekah bumi dan sedekah laut, yang sering disebut sebagai pesta rakyat. Sedekah bumi diadakan di daerah-daerah yang penduduknya hidup bergantung dari pertanian dan sedekah laut diadakan dibeberapa daerah pesisir yang penduduknya menggantungkan diri dari hasil laut.
kebudayaan demikian ini dinamakan sedekah laut Acara yang digelar bemacam-macam, mulai dari kesenian pathol, layar tancap, wayang kulit hinggaacara sesajen untuk "danyang" penjaga laut. Namun oleh para Kiyai setempat,dengan dakwahnya yang intens, acara-acara tsb. akhirnya di"sulap" hingga hanya sekedar selamatan (tahlilan), memohon kepada Allah agar berkenan melimpahkan rizki yang lebih berkah. Namun "Islamisasi" (bukan purifikasi)ini, tidak diikuti oleh sedekah laut di kecamatan tetangga, hingga memang kelihatan sekali perbedaannya.
a. Tasyakuran Laut
Prosesi Sedekah Laut di Pantai Tasikagung (Rembang) yang dilaksanakan kemarin pagi dihadiri ribuan orang dan dimeriahkan pentas wayang kulit semalam suntuk dengan dalang Ki Enthus Susmono dari Tegal.
Sejak pukul 06.00, warga Rembang dan sekitarnya sudah memadati pantai di barat Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Tasikagung, Rembang. Mereka mengikuti tahapan demi tahapan prosesi Sedekah Laut yang dilaksanakan oleh nelayan. Prosesi diawali dengan mengirab sesaji larungan yang berbentuk miniatur kapal ke Taman Rekreasi Pantai Kartini (TRPK) Rembang. Kirab sesaji larungan tersebut diikuti berbagai kesenian tradisional, seperti reog ponorogo, barongsai, dan mobil hias.
Seusai pelaksanaan kirab yang mulai pada pukul 08.30 dan memakan waktu sekitar satu jam tersebut, sesajian berbentuk miniatur kapal purseseine dengan nama KM Sedekah Laut itu kemudian ditarik ke tengah laut untuk dilarung. Puluhan kapal nelayan dari berbagai jenis dan ukuran kemudian mengikuti kapal yang menarik berbagai sesaji tersebut hingga ke tengah laut.
Di antara kapal nelayan yang mengikuti sesaji tersebut terdapat satu kapal yang membawa alat musik kendang, kempul, dan gong yang terus ditabuh selama prosesi acara berlangsung. Selama lebih kurang satu jam berlayar, larungan sesaji yang berbentuk kapal tersebut didoakan bersama oleh para nelayan yang mengiringinya. Selama sesajian ditarik oleh nelayan ke tengah lautan, di tepi Pantai Tasikagung digelar berbagai macam lomba, seperti panjat pinang dan pecah kendi. Selain itu juga didirikan dua panggung musik dangdut yang menghibur pengunjung dari pagi hingga sore hari.
Segala kemeriahan selama Sedekah Laut berlangsung di Kabupaten Rembang kemarin, menurut keterangan salah seorang sesepuh nelayan yang juga panitia Sedekah Laut di Pantai Tasikagung, Temok Supriyanto, adalah sebuah perwujudan rasa syukur nelayan terhadap hasil tangkapan ikan selama ini. Selain itu, dengan prosesi itu masyarakat juga mengharapkan agar pada masa-masa mendatang mereka akan mendapatkan hasil tangkapan ikan yang lebih melimpah ruah daripada tahun sebelumnya serta keselamatan selama berada di laut.
''Intinya dalam Sedekah Laut, kami masyarakat nelayan berdoa kepada Yang Mahakuasa agar selalu mendapatkan perlindungan serta rahmat-Nya,'' ujar Temok. Keunikan dari sedekah bumi ini karena diadakan setiap tahun, sudah merupakan tradisi. Para penduduk desa rela bergotong royong.
Dia menuturkan, dalam lelarungan sesaji yang dipersembahkan nelayan dalam bentuk miniatur kapal berisikan kepala kambing kurban, bunga tujuh warna, kemenyan, serta bungkusan mori. ''Terus terang kami tidak tahu makna dari tiap-tiap sesaji yang dipersembahkan tersebut. Hal tersebut sudah dilakukan turun-temurun semenjak dahulu. Hanya untuk mendoakan, nelayan saat ini mengunakan doa-doa sebagaimana ajaran agama Islam,'' paparnya.
Untuk membuat sesajian dalam bentuk miniatur kapal purseseine tersebut butuh waktu sekitar satu minggu dengan dana Rp 2 juta. Dana keseluruhan prosesi yang dilaksanakan nelayan di Pantai Tasikagung, Rembang itu Rp 250 juta - Rp 400 juta.
Dana tersebut didapatkan dari iuran yang dilaksanakan oleh setiap nelayan selama satu tahun. Prosesi Sedekah Laut masih akan berlangsung hingga 13 November. Semalam juga digelar wayang kulit dengan dalang Ki Enthus Susmono.
Setiap daerah memiliki istilah berbeda dalam menyebut ritual adat tersebut. Ada daerah yang menyebut Rasulan. Masyarakat Pantura, khususnya di Rembang, menyebutnya Sedekah Bumi dan Sedekah Laut. Perayaan Sedekah Bumi dan Sedekah Laut ini wajib dilakukan sekali dalam setahun.
Mayoritas dari ratusan dukuh (desa) di Rembang merayakan Sedekah Bumi dan Sedekah Laut dengan mementaskan Ketoprak. Jadi wajar, bila hampir setiap minggu, bahkan setiap hari masyarakat bisa menyaksikan para seniman Ketoprak mempertontonkan aksinya.
Dalam wawancara satu dari peserta sedekah laut”Suwito (53), warga Desa Nglangitan, Kecamatan Tunjungan, Kabupaten Blora, Rabu (8/10) pagi, memacu sepeda motor bututnya dari Blora ke Rembang. Bersama istri dan anaknya serta ribuan warga Blora lainnya, Kepala Sekolah SD Nglangitan itu ingin meraup berkah perayaan syawalan.
Dia menuju pantai Desa Tasikagung, Kecamatan Rembang. Setelah sesaji dalam miniatur perahu dilarung ke laut, ia dan anaknya segera mencebur ke pantai. Suwito membilas kaki dan tangan dengan air laut, sedangkan anaknya berenang-renang di gulungan-gulungan ombak kecil”.
"Kami percaya berendam di air laut saat syawalan dapat menolak bala atau kesusahan. Kami akan mendapat berkah keselamatan keluarga dan rezeki menjadi lancar," katanya.
Sejak ratusan tahun, warga Kabupaten Rembang dan Blora meyakini tradisi syawalan di Kabupaten Rembang dapat membawa berkah bagi setiap pengunjung. Tradisi yang diadakan seminggu setelah Idul Fitri itu terbagi dalam upacara sedekah laut, ketupat lepet, dan lomban.
Sedekah laut merupakan ungkapan syukur nelayan pesisir Rembang atas perolehan tangkapan selama setahun. Mereka melarung sesaji yang ditaruh dalam miniatur perahu, menggelar aneka lomba, dan menanggap barongan serta dangdutan.
Ketua Kelompok Nelayan Desa Tasik Agung M Syafi'i (68) mengatakan, biaya upacara sedekah laut sekitar Rp 600 juta. Dana itu dari iuran bulanan dan tarikan dari 78 pemilik kapal Desa Tasikagung.
"Kami bersyukur karena pada tahun ini hasil tangkapan melimpah sekitar 50-60 ton per kapal dan jumlah kapal bertambah dari 50 kapal menjadi 78 kapal," katanya.
Sedekah bumi dan sedekah laut sebenarnya mempuyai sejarah, pada awalnya merupakan pesta tasyakuran masyarakat atas kerja mereka dari hasil bumi dan hasil laut selama setahun. Kemudian mereka mengadakan kondangan (makan bersama), mereka juga menjamu setiap tamu yang hadir dari luar desa dengan makanan dan tontonan budaya.
Sebagian besar Desa di daerah Rembang masih mempunyai tradisi sedekah bumi dan sedekah laut. Selain suguhan tontonan para penduduk juga menjamu para tamu dari daerah luar desanya yang mampir ke rumahnya. Tamu yang mampir pasti akan disuguhi dengan makanan berlauk ikan laut. Tradisi menjamu tamu seperti suatu kehormatan dan kebahagiaan tersendiri bagi mereka. Para pengunjung juga dapat menikmati keindahan laut dengan berlayar, bahkan biasanya pemilik kapal (juragan) memenuhi kapalnya dengan berbagai makanan untuk dinikmati pengunjung, semua gratis tanpa dipungut biaya.
Tradisi sedekah bumi dan sedekah laut memang seperti pemborosan, tetapi tradisi ini sudah menjadi acara tahunan yang tidak pernah ditinggalkan oleh masyarakat Rembang. Tradisi sedekah laut dan sedekah bumi tidak hanya di Rembang, di sebagian besar daerah laut utara dan selatan juga ada tradiri tersebut. Walau zaman terus berubah sedekah bumi dan sedekah laut masih dipertahankan oleh masyarakat Jawa sebagai tradisi warisan nenek moyang. Meskipun tradisi ini kental tradisi nenek moyang dahulu, namun pada masjid-masjid tidak lupa terdapat pengajian umum yang mendatangkan kyai banyak sekali bapak-bapak, ibu-ibu yang hadir. Dan itu artinya terdapat akulturasi antar dua budaya antara agama primitive/hindu-budha dengan agama islam.
b. Tasyakuran bumi
Berbeda denban sedekah laut, sedekah bumi dilaksanakan sebagai wujud rasa sukur atas melimpahnya hasil pertanian (darat). Desa Maguan terletak diperbatasan antara Kabupaten Rembang dan Kabupaten Pati, dari jalan Raya masuk 5 KM. Desa yang berpenduduk + 2364 jiwa ini sejak nenek moyang telah mengadakan sedekah bumi setiap tahunnya, tetapi zaman dulu tontonan-tonanan yang diselenggarakan hanya tontonan khas budaya Jawa seperti Ketoprak, Wayang Kulit dan Barongan (semacam Baronsai). Tetapi sesuai dengan perkembangan zaman para penduduk juga menyelenggarakan tontonan-tontonan modern seperti R n B dan Dangdut.

Bisa dibayangkan meriahnya acara sedekan bumi ini selama tiga hari tiga malam penuh dengan acara, semua tontonan di Desa Maguan jika dikalkulasi menghabiskan dana sekitar 30 juta. Padahal penduduk Desa Maguan mayoritas perpenghasilan petani tadah hujan dan buruh. Penarikan iuran untuk sedekah bumi tidak mereka pukul rata pada semua penduduk. Iuran didasarkan pembayaran pajak sawah yang dilipatkan sampai lima kali. Jadi bagi yang mempunyai sawah luas iuranya banyak sedangkan yang mempunyai sawah sedikit iurannya.

2. Haul
Haul merupakan wujud akulturasi dari agama sebelum islam seperti agama primitive,hindu-budha, dimana dalam agama tersebut ada istilah 3,7,40 hari bahkan 1tahun dari kematian seseorang. dari situlah Haul dalam islam merupakan penghormatan bagi seseorang/tokoh yang berjasa menyebarkan agama islam di Rembang setiap tahunnya.
Dan haul di rembang ini yang saya cuplik salah satunya adalah haul Sunan Bonang.
Kegiatan ritual yang masih dilaksanakan sampai sekarang adalah haul Sunan Bonang . Haul ini dilaksanakan setiap Zulhijah pada Rabu Pahing (tahun ini jatuh pada 21 Desember 2009). Jika bulan itu tidak ada Rabu Pahing diganti Jumat Legi di dalem dan kompleks makam.
Acara haul ini meliputi: pengajian, tahlilan, dan kirim do’a yang dihadiri ribuan masyarakat kab. Rembang dan sekitarnya, disamping itu banyak keramaian seperti banyak pedagang yang ikut meramaikan haul sunan bonang(Raden Maulana Makdum Ibrahim).
Haul ini diadakan di desa Bonang, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang sudah lama terkenal lantaran terdapat makam dan petilasan Raden Maulana Makdum Ibrahim (Sunan Bonang). Dalam kompleks petilasan terdapat mushala dengan kamar berisi batu besar. Dahulu, batu tersebut digunakan Sunan Bonang sebagai sajadah saat menunaikan shalat dan berzikir.
Di lokasi itu ada juga makam putri Campa, yaitu Dewi Indrawati (ibu Raden Patah Sultan Demak). Petilasan itu berlokasi di sebuah bukit sedangkan makamnya berada di bawah, di tengah Desa Bonang.
3. Tradisi penjamasan bende becak
Bende becak adalah benda pusaka yang mirip gong kecil.Penjamasan (pencucian) bende becak dilakukan setiap 10 Zulhijah (Idul Adha) pukul 09.00 oleh juru kunci makam. Asal-usul bende becak ini berasal dari utusan majapahit yang hendak menemui sunan kalijaga yang pada saat itu sedang shalat, zikir dalam waktu bersamaan bende itu berbunyi dan bernyanyi sendiri, kemudian bende becak itu ditinggal di tempat sunan boning itu berada. Pada acara itu dibagi-bagikan ketan kuning. Para pengunjung kemudian memperebutkan air bekas jamasan.
Acara Penjamasan Pusaka Sunan Bonang berupa “bende” yang di beri nama “Bende Becak” pada setiap tanggal 10 Dzulhijah (Hari Raya Idul Adha) pukul 09.00 diadakan upacara penjamasan yaitu berisi ucapan do’a islam dan bercampur sedikit mantra di rumah juru kunci Desa Bonang Kecamatan Lasem. Bende Becak berukuran garis tengah 10 cm. Kemudian pada acara ini pula berisi pengajian umum yang diselenggarakan oleh yayasan sunan bonang.
Zaman dulu bende ini berfungsi sebagai alat untuk mengumpulkan para wali atau sebagai tanda pemberitahuan akan terjadinya sesuatu peperangan /musibah. Pada upacara ini dibagi-bagikan ketan kuning dengan enti / selai ( dari kelapa manis ) serta memperebutkan air bekas penjamasan Bende Becak yang konon dapat memberikan berkah.

Kamis, 21 Januari 2010

Biografi (riwayat hidup) Sunan Kalijaga

Sunan Kalijaga adalah gelar yang diberikan kepada Raden Mas Syahid, beliau putra dari Tumenggung Wilatikta, Bupati Tuban. Tumenggung Wilatikta adalah keturunan Ranggalawe yang sudah beragama Islam dan berganti nama Raden Sahur. Ibunya bernama Dewi Nawangrum dan Raden Sahid ini menikah dengan Dewi Sarah binti Maulana Ishak dan berputra tiga orang yaitu: Raden Umar Said atau Sunan Muria, Dewi Rukoyah dan Dewi Sofiah. Beliau lahir dari kalangan keluarga bangsawan asli di Istana Tumenggung Ario Tejo alias Adipati Wilwatikto di Tuban, ia di didik dalam bidang pemerintahan dan kemiliteran, khususnya di bidang Angkatan laut, ia juga ahli dibidang pembutan kapal laut yang dibuat dari kayu jati, yang nama mudanya atau nama kecil adalah Raden Mas Syahid atau Jaka said. Raden Sahid sewaktu kecil sudah mempunyai rasa solidaritas yang tinggi pada kawan-kawannya, ia bahkan tak segan-segan masuk dan bergaul kedalam lingkungan rakyat jelata. Ketika itulah ia tidak tahan lagi melihat penderitaan orang-orang miskin pedesaan. Maka pada waktu malam-malam, ia sering mengambili sumber bahan makanan dari gudang Kadipaten dan memberikannya kepada rakyat-rakyat miskin.
Lama-lama tindakan Raden Sahid itu diketahui oleh ayahnya, maka ia mendapatkan hukuman yang keras, yakni diusir dari istana. la akhirnya mengembara tanpa tujuan yang pasti. Dan kemudia ia menetap di hutan Jatiwangi. Dihutan itu ia meneruskan pekerjaannya sebagai berandal. la merampok orang-orang kaya yang pelit kepada rakyat kecil. Hasil rapokannya diberikan kepada rakyat-rakyat miskin. Dan dari situlah sunan kalijaga bertobat atas perbuatannya walaupau baik bagi dirinya ,tapi bagi allah berdosa sama seperti mencuci pakaian dengan air kencing, kata sunan bonang, akhirnya ia menjadi murid sunan bonang. Sunan kalijaga disuruh menjaga tongkat sunan bonang selama 3 tahun, setelah 3 tahun sunan kalijaga dibangunkan dari pertapanya dan diberinya kain putih dan surban sebagai awal tugas beliau untuk berdakwah. Sunan kalijaga menuntuk ilmu kepada sunan gunung jati, syekh suta baris di malaka.
Ayahanda Sunan kalijaga bernama Arya Sidik dijuluki Arya Ing Tuban, Arya Sadik dipastikan merupakan perubahan dari nama Arya Sidik, dan nama ini merupakan nama asli dari Ayahanda Sunan kalijaga yang menurut Babad Tuban bukan seorang priburni Jawa, melainkan berasal dari kalangan masyarakat Arab dan merupakan seorang Ulama .
Tahun kelahiran serta wafat Sunan Kalijaga belum dapat dipastikan, hanya diperkirakan ia mencapai Usia lanjut. Diperkirakan ia lahir kurang lebih 1450 M berdasarkan atas suatu sumber yang menyatakan bahwa Sunan Kalijaga kawin dengan putri Sunan Ampel pada usia kurang lebih 20 tahun, yakni tahun 1470. Sedangkan Sunan Ampel lahir pada tahun 1401 dan mempunyai anak wanita yang dikawini oleh sunan kalijaga itu pada waktu ia berusia 50 tahun. Masa hidupnya menglami 3 masa pemerintahan yaitu: masa akhir Majapahit, Zaman Kesultanan Demak dan Kesultanan Pajang. Kerajaan Majapahit runtuh pada tahun 1478 M, kemudian disusul Kesultanan Demak berdiri pada tahun 1481 sampai 1546 M, dan disusul pula Kesultanan Pajang yang diperkirakan berakhir pada tahun 1568 M. Diperkirakan, pada tahun 1580 M Sunan Kalijaga wafat hal ini dapat dihubungkan dengan gelar kepala Perdikan Kadilangu semula adalah sunan Hadi, tetapi pada mas Jolang di Mataram(1601-1603), gelar itu diganti dengan sebutan Panembahan Hadi. Dengan demikian, Sunan Kalijaga sudah diganti putranya sebagai kepala Perdikan kadilangu sebelum zaman Mas Jolang yaitu sejak berdirinya kesultanan Mataram pemerintahan Panembahan Senopati atau sutawijaya( 1673-1601). Dan pada awal pemerintahan Mataram, menurut Babad Tanah jawi versi Meisma, dinyatakan Sunan kalijaga pernah datang ketempat kediaman Panembahan Senopati di Mataram memberikan saran bagaimana cara membangun kota. Dengan demikian Sunan Kalijaga diperkirakan hidup lebih dari 100 tahun lamanya yakni sejak pertengahan Abad ke-15 sampai dengan akhir Abad ke-16.

Tentang asal-usul keturunannya, ada beberapa pendapat, ada yang menyatakan keturunan Arab asli, yang lain menyatakan keturunan Cina dan ada pula yang mengatakan keturunan Jawa asli. Masing-masing pendapat mempunyai sumber yang berbeda.




II
Metode Dakwah Sunan Kalijaga

A. Metode/pendekatan dakwah
Sunan kalijaga ataupun para walisongo ketika berdakwah menggunakan pendekatan/metode baik bersumber al qur’an ataupun sunnah rasul maupun pendekatan sosio-culture. Diantaranya sebagai berikut :
1. mujadillah billatihiya ahsan
Metode ini dipakai ketika para wali berdakwah menghadapi para pemimpin,adipati (an-nahl 125). Dengan berdebat sebaik-baiknya,tukar pikiran-yg pada akhirnya para adipati/pemimpin masuk agama islam.
Sunan kalijaga adipati pandanaran, ki gede mataram, mpu supagatidll.
Sunan ampel arya damar dll.
2. Metode al-hikmah
Jalan kebijaksanaan yg diselenggarakan scr atraktif dan sesuai budaya(syara’ sesuai adat, adat sesuai syara’)
3. Tarbiyatul ummat
Pendidikan ummat (education), pembentukan , penanaman kader da’wah

Cara-cara atau jalan yang ditepuh oleh Sunan Kalijaga khususnya dalam menyampaikan Ajaran Islam kepada rakyat ditanah Jawa Antara lain ialah:
a) Ajaran Agama Islam itu diperkenalkan kepada rakyat dengan cara menyampaikan sedikit demi sedikit agar mereka tidak kaget atau tidak menolak. Dihindarkan cara- cara yang dapat menyinggung perasaan atau jiwa mereka yang sudah lama menganut kepercayaan-kepercayaan agama Hindu, Budha dan lainnya.
b) Apabila memungkinkan ajaran-ajaran Agama Islam itu dikawinkan dengan kepercayaan Agama Hindu dan Budha, sehingga rakyat tidak terasa bahwa dirinya telah merubah kepercayaan lamanya atau dengan Ajaran agama Islam.
c) Adat-istiadat atau kebudayaan yang selama ini mereka hidup akan sesuai dengan ajaran Agama Hindu, Budha atau kepercayaan nenek moyang yang ditingalkan kepada mereka, lalu oleh para Wali Sanga khususnya Sunan Kalijaga Adat-istiadat atau kebudayaan itu secara pelan-pelan diganti dengan bentuk upacara-upacaraTradisional yang berbau ajaran Islam. Jadi para Wali (Sunankalijaga) tidak begitu saja memberantas adat Istiadat mereka dengan cara kasar yang dapat menimbulkan sikap Antipati terhadap ajaran Agama Islam.

Ki Siswoharsoyo dalam/Serat Guna cara Agama /mengatakan bahwa Sunan Kalijaga, dalam kaitannya dengan kebudhaan dan keislaman pernah mengajukan usul pada rapat para Wali. Isi usul antara lain sebagai berikut: Usaha untuk merubah kuatnya pendirian rakyat yang masih tebal kepercayaan terhadap Agama Budha, agar supaya mau memeluk Agama Islam, harus diusahakan dengan cara yang begitu rupa, sehingga hatinya tetap senang dan terbuka. Cara-cara usaha yang baik yang disukai oleh rakyat itu, harus seiring dengan tata cara rakyat banyak, yang bertalian dengan kepercayaan Agama mereka yang lama (Budha). Ajaran keislaman yang disampaikan kepada rakyat harus di berikan sedikit demi sedikit sehingga mereka merasa gampang dan ringan mengamalkan ajaran Agama islam. Mengamalkan Rukun Islam yang ke-5 walaupun baru Syariat namanya tetapi bagi orang yang baru mendengar sudah merasa berat. Kalau dipaksa harus mengamalkan seluruhnya.
Masyarakat kita bangsa Indonesia, khususnya Jawa masih gemar sekali hal wayang itu, mulai dari dahulu hingga sekarang baik di desa maupun di kota. Oleh karena itu wali Sanga memperhatikan tersebut untuk keperluan memasukkan dakwah islamiyah. Ketika mendalang itulah Sunan kalijaga menyisipkan ajaran-ajaran islam. Lakon yang di mainkan tidak lagi bersumber dari kisah Ramayana dan Mahabarata. Sunan Kalijaga mengangkat kisah-kisah karangan, dengan wayang Sunan Kalijaga menyajikan kata-kata mutiara yang bukan saja untuk persembahyangan, meditasi, pendidikan, pngetahuan, hiburan, tetapi juga menyediakan pantasi untuk nyanyian, lukisan estetis dan menyajikan iajinasi puitis untuk petua-petua religius yang mampun mempesona dan menggetarkan jiwa manusia yang mendengarkannya. Wayang cermin bagi kehidupan manusia, perwatakan manusia yng berbeda-beda digambarkan oleh wayang baik yang sedang di jejer, disamping maupun dikothak .
Wayang itu sebagai media dakwah yang senantiasa dipergunakan oleh Sunan Kalijaga dalam kesempatan dakwahnya di berbagai daerah, dan ternyata wayang ini merupakan media yag epektif dapat mendekatkan dan menarik simpati rakyat terhadap agama. Kemampuan Sunan Kalijaga dalam mendalang (memainkan wayang) begitu memikat, sehingga terkenallah berbagai nama samaran baginya di berbagai daearah. Jika beliau mendalang di daerah Pajajaran dikenal dengan nama Ki Dalang Sidabrangti, bila beliau mendalng di legal dikenal dengan nama Ki Dalang Bengkok, dan bila beliau mendalang didaerah Purbalingga terkenal dengan nama Ki Dalang Kumendung.
Pembuatan wayang dari kulit kerbau, dimulai oleh Sunan Kalijaga pada jaman Raden Patah, yang bertahta di Demak. Sebelumnya lukisan wayang yang menyerupai bentuk manusia sebagaimana yang terdapat pada relief candi panataran di daerah Blitar. Lukisan yang mirip manusia oleh sebagian ulama dinilai bertentangan dengan Syara. Para wali, terutama Sunan kalijaga, kemudian menyiasatinya dengan mengubah dari lukisan yang menghadap menjadi miring. Dahulu memakai pahatan pada bagian mata, telinga, perhiasan dan lain-lainnya wayang hanya digambar saja. Dengan mengubah bentuk dan lukisan wayang berbeda dengan bentuk manusia sesungguhnya, akan tidak ada alasan lagi untuk menuduh bahwa wujud wayang melanggar hukum fiqih Islam. Selain itu atas saran para Wali Sunan Kalijaga juga membuat tokoh semar, petruk, gareng dan bagong sebagai tokoh panakawan yang lucu. Kadangkala, ia menggunakan tokoh bancak dan doyok.
Adapun tata cara ayang menjadi kepercayaan Agama lama yang harus dirubah menurut Sunan Kalijaga ada 3 hal:
a) Bab Samadi, sebagai puji mengheningkan cipta itu mengandung maksud untuk mencari Sasmita dan berita batin mengenai hal-hal yang sudah lewat dan yang akan datang, itu harus diusahakan agar berubah menjadi Sholat wajib.
b) menyajikan kebaktian kepada lelembut, yakni mahkluk-mahkluk halus yang Ghaib seperti Jin dan Syetan agar membantu maksud serta keinginannya, dan terutama jangan hendaknya menggoda dan menggagu raktyat setempat. Hal ini sedikit demi sedikit harus diubah sehinga menjadi tata cara pemberian sedekah kepada Fakir miskin, tetangga dekatnya, sanak keluarga, famili, dan sebagainya.
c) Bab Keramaian upacara tradisi keagamaan, pemeluk Agama yang lama jika mengadakan peralatan perkawinan, yang kaya membuat keramaian meniru dewa yang dianutnya, misalnya:
d) Upacara atau hiasan tumbuh-tumbuhan serta kembar mayang yang diatur sebagai Hiasan dalam upacara perkawinan. Itu yang ditiru pertamanan pohon Kelepu Dewa Daru.
e) Suara Gamelan yang dipukul oleh para niaga itu meniru Gamelan Lokananta dikhayangan.
f) Wanita menari sambil Sesindenan atau menyanyi menurutkan Irama Gamelan, itu yang ditiru tarian Waranggana mengelu-elukan datangnya para dewa.
g) Pria yang menanggapi tarian Waranggana, yang diikuti oleh yang lain-lain yang kemudian dinamai Tayuban, itu yang ditiru adalah gerak kedatangan para Dewa.
Tata cara demikian itu oleh islam, terang sekali hukumnya: /Musyrik/ yang berarti menduakan Tuhan dan /Haram/ yang artinya dilarang untuk dikerjakan. Oleh karena itu sedikit demi sedikit harus di usahakan untuk dihilangkan. Walaupun begitu, usahanya harus disertai kebijaksanaan sehingga dapat membuka hati rakyat banyak.
Tata cara yang ada hubungannya dengan kepercayaan agama tadi (Semadi, sesaji, keramaian), apabila justru di gunakan alat penerangan dengan cara yang bijaksana, artinya kekeliruan itu di luruskan dengan perlahan-lahan, maka rakyat lekas sekali bisa mengikuti ajaran islam yang benar, misalnya upacara memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW di Surakarta dan Yogyakarta dengan keramaian sekaten, grebeg maulud, grebeg besardan grebeg.
B. Faktor- faktor yang menyebabkan dakwah(islamisaai) berhasil
Keberhasilan dakwah sunan kalijaga ataupun walisongo disebakan oleh berbagai faktor diantaranya:
a. Keadaan dari wali sanga
• Para wali dapat memenuhi tuntutan da’wah dari al-qur’an & hadits. Seperti keikhlasan, nilaai musyawarah.
• Mempunyai iradah(kemauan), social awareness(kesadaran masyarakat)
• para bangsawan yang di hormati
b. Faktor ajaran islam
• masuk agama islam itu sederhana ~ mengucapkan kalimat syahadat telah dianggap islam
• Islam mampu dan fleksibel terhadap tradisi lokal asalkan adat sesuai syara’, syara’ sesuai adat
c. Faktor keadaan/ suasana
• da’wah wali songo bersamaan dengan keruntuhan majapahit yang semakin lemah suasana masyarakat, politik, ekonomi,akhir majapahit lapuk sehingga masyarakat.
• rindu akan pembaharuan, kerinduan ini terobati dengan islam (da’wah) oleh walisongo
• islam tidak membeda-bedakan golongan dan mengajarkan persamaan
• islam memberikan aspirasi baru dan memperluas pandangan masyarakat. Jawa, optimisme setelah lama diikat oleh pesimisme agama hindu-budh


III
Jasa-jasa(maha karya) atas dakwah Sunan Kalijaga

Sunan kalijaga adalah termasuk salah seorang dari kalangan Walisanga yang tergolong muda saat itu, lagipula paling berat tugasnya. Maka apabila Sejarah beliau diteliti sesungguhnya tidak sedikit jasa-jasanya Beliau dikenal dengan Mubaligh. Ahli Seni, Budayawan, ahli filsafat, sebagai dalang dalam wayang kulitdan sebagainya.
1. Sebagai Mubaligh
Beliau dikenal sebagai Ulama besar, seorang wali yang memiliki Kharisma tersendiri diantara Wali-wali yang lainnya. Dan paling terkenal dikalangan atas maupun dari kalangan bawah. Hal ini disebebkan Sunan Kalijaga berkeliling dalam berdakwah, sehingga beliau dikenal sebagai Syekh Malaya yaitu Mubaligh yang menyiarkan Agama Islam sambil mengembara. Caranya berdakwah sangat luwes rakyat Jawa yang pada waktu itu masih banyak menganut kepercayaan lama tidak ditentang Adat Istiadat. Beliau mendekati rakyat yang masih awam itu dengan cara halus, bahkan dalam berpakaian beliau tidak memakai Jubah sehingga rakyat tidak merasa angker dan mau menerima kedatagannya dengan senang hati. Pakaian yang dikenakan sehari-hari adalah pakaian adat Jawa yang di desain dan disempurnakan sendiri secara Islami adat istiadat rakyat. Pendiriannya adalah rakyat dibuat senang dulu, direbut simpatinya sehingga mau menerima Agama Islam, mau mendekat kepada para Wali. Sesudah itu barulah mereka diberi pengertian Islam yang sesungguhnya dan dianjurkan membuang adat yang bertentangan dengan Agama Islam.
Kesenian rakyat baik yang berupa Gamelan, Gending dan tembang-tembang serta Wayang yang dimanfaatkan sebesar-besarnya sebagai alat dakwah. Dan ini ternyata membawa keberhasilan yang gemilang, hampir seluruh rakyat Jawa pada waktu itu dapat menerima ajakan Sunan Kalijaga untuk mengenal Agama Islam.


2. Sunan Kalijaga ahli dalam bidang Strategi Perjuangan
Seperti diketahui bahwa Walisanga didalam menyebarkan Agama Islam ditanah Jawa ini tidak begitu saja melangkah, melainkan mereka menggunakan cara-cara dan jalan atau Strategi yang diperhitungkan benar-benar, memakai pertimbangan-pertimbangan yang matang, tidak asal-asalan sehingga Agama Islam disampaikan kepada rakyat dapat diterima dengan mudah dan penuh kesadaran, bukan karena terpaksa.
Sunan Kalijaga didalam menyebarkan Ajaran-ajaran Agama Islam benar-benar memahami dan mengetahui keadaan rakyat yang masih kental dipengaruhi kepercayaan Agama Hindu-Budha dan gemar menampilakan budaya-budaya Jawa yang berbau kepercayaan itu. Maka bertindaklah beliau sesuai dengan keadaan yang demikian itu, sehingga taktik dan Strategi perjuangan beliau disesuaikan pula dengan keadaan Ruang dan Waktu.
3. Bidang Kesenian
Sunan Kalijaga ternyata mampu menciptakan kesenian dengan berbagai bentuknya. Maksud utama kesenian itu diciptakan adalah sebagai alat dalam bertabligh mengelilingi berbagai daerah yang ternyata justru mempunyai nilai sejarah yang berharga bagi Bangsa Indonesia. Kesenian yang diciptakan oleh Sunan Kalijaga tersebut berupa Wayang lengkap dengan Gamelannya.
Serta masih banyak yang diciptakan Sunan Kalijaga dibidang seni termasuk seni lukis dan sebagainya. Dari sinilah maka sunan Kalijaga kemudian terkenal dikalangan masyarakat Jawa sampai sekarang sebagai seorang ahli Seni. Dilain pihak Sunan Kalijaga juga mencipatakan cerita-cerita pewayangan yang kemudian dikumpulkan dalam kitab-kitab cerita wayang dan sampai sekarang masih ada.
4. Bidang arsitektur
Disamping jasa-jasa beliau tadi, maka masih ada juga jasa-jasa yang lain, seperti pendirian Masjid Agung Demak, Sunan Kalijaga tidak ketinggalan ikut serta membangun Mesjid bersejarah itu dan hasil karya beliau yang sangat terkenal sampai sekarang yaitu Soko Tatal artinya tiang kokoh dalam Masjid Agung Demak yang terbuat potongan-potongan Kayu Jati, lalu disatukan dalam bentuk tiang yang berdiameter kurang lebih 70 Cm.

IV
Ibrah/ pelajaran

Setelah kita mempelajari aspek-aspek dari kanjeng sunan kalijaga, dapat kita ambil beberapa pelajaran diantaranya:
a. Kegigihan ,kepedulian dan perjuangan sunan kalijaga yang mengantarkan kesuksesan ketika berdakwah(islamisasi) baik kepada raja atau rakyat jelata tanpa ada perbedaan, tentunya dakwah dilakukan dengan kearifan local(artinya dakwah sunan kalijaga tidak lepas dari pendekatan budaya).
b. Dalam kutipan ajaran hidup dari kanjeng Sunan Kalijaga adalah Marsudi Ajining atau Menyembah Allah SWT dengan mematuhi segala perintah dan menjauhi larangan-larangannya, mengabdi atau berbakti kepada orang tua yang telah melahirkan dan membesarkan, maguru atau mencari ilmu, martapa atau laku prihatin hidup sederhana dan tidak berlebihan sert amakarya atau laku sebagai syarat dan bekal menjalani hidup di dunia. Disamping itu ketika berda’wah, kita harus mengenali fitrah masing-masing individu, masyarakat agar dakwah-lancar.
c. Dapat kita ambil suatu kesimpulan (kesuksesan sunan kalijaga) bahwasannya da’wah harus dibina diatas 4 dasar pokok yaitu:
1. Al huluj balagah (alasan yang jitu)
2. Al asalibul hakimah (susunan kata yang bijaksana dan penuh hikmah)
3. Al adabus samiyah (sopan santun yang mulia)
4. As siyasatul hakimah (siasat yang bijak)